Dari judulnya mungkin ini terlalu menyudutkan seluruh Puskesmas yang sudah ISO.. Tapi saya tegaskan dahulu bahwa tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menjelekkan Puskesmas tertentu dan saya pun yakin tidak semua Puskesmas yang ISO itu jelek..
Saya menulis tulisan ini berdasarkan pengalaman saya sendiri yang ditempatkan oleh kampus di salah satu Puskesmas untuk mempelajari seluk beluk tentang Puskesmas. Teman-teman saya satu kelompok pun ditempatkan di Puskesmas yang berbeda-beda. Dan di akhir periode siklus, setiap kelompok akan mempresentasikan mengenai Puskesmas yang mereka tempati. Kelompok ini dipencar sehingga ada kelompok yang ditempatkan di Puskesmas yang sudah ISO namun ada juga yang ditempatkan di Puskesmas yang belum ISO.
Setelah semua kelompok presentasi, saya menyimpulkan sendiri bahwa Puskesmas yang sudah ISO ternyata dalam pelaksanaannya TIDAK MEMBERIKAN PELAYANAN SESUAI KE-ISO-ANNYA. Menyedihkan memang... Apa si sebenarnya ISO itu? Inti dari manajemen yang berbasis ISO adalah "apa yang ditulis dikerjakan dan apa yang dikerjakan ditulis". Dan semuanya itu adalah bertujuan untuk kepuasan pelanggan.
Setelah menjalani beberapa minggu di Puskesmas dan mengikuti diskusi kelompok mengenai Puskesmas yang lain, banyak hal teknis dan non teknis yang tidak, bahkan sangat tidak sesuai dengan Protap (Prosedur Tetap). Salah satu hal yang benar-benar saya saksikan dengan mata kepala sendiri adalah bahan tambal yang sudah expired dan masih digunakan.. Astaghfirullah.. Waktu itu saya disuruh nambal oleh drg yg di Puskesmas, ketika saya masukkan bahan tambalannya dan menunggu bahan itu keras, saya merasa aneh karena sudah beberapa menit bahan itu tidak mengeras sama sekali.. Kecurigaan pun mulai memasuki pikiran ini.. Beberapa saat kemudian, teman saya datang membawa liquid bahan tambalan tersebut. Dan ternyata.... liquid bahan tambahan itu sudah expired sejak tahun 2009. Sudah 1 tahun melampaui tanggal expirednya. Ini pasien mau mangap sampe 1 bulan juga ga akan mengeras bahan itu.. Hikz.. Sejak saat itu saya cenderung menghindar jika ada kasus tambal di Puskesmas itu.. Satu sisi saya ga tega sama pasien jika saya yg harus mengaplikasikan bahan itu dan satu sisi lagi saya di Puskesmas hanya menumpang untuk belajar tentang manajemennya. Tampaknya terlalu sensitif jika saya berbicara ttg bahan yang sudah expired. Naasnya lagi adalah, mereka (bagian poli gigi) itu memiliki Tabel tentang bahan-bahan yang hampir expired dan yang sudah expired. Sayangnya tabel itu cuma sekedar jadi pajangan..
Paparan diatas hanya 1 kasus kecil ditengah kejanggalan-kejanggalan yang saya temui.. Hmmm.. 1 paparan kejanggalan lagi mungkin belum membuat anda bosan.. Oke lah.. Lanjuuuuut...
Seperti kita tahu (bagi yang belum tahu silahkan lanjut baca), obat-obatan untuk Puskesmas itu GRATIS (saya tidak tahu bagaimana kebijakan daerah lain, tapi ini yang saya ketahui di Puskesmas tempat saya "transit"). Jadi setiap bulannya Puskesmas dapat droping obat dari Dinkes. Anehnya adalah Puskesmas itu membuka jam pelayanan sore dimana harga pada saat pelayanan sore merupakan harga swasta. Jadi harga pada saat pelayanan sore jauh lebih mahal dibandingkan pelayanan pagi. Pada saat pelayanan pagi, harga yang berlaku adalah harga sesuai Perda.
Yang membuat saya aneh adalah obat yang dipakai pada saat praktek sore merupakan obat dropping dr dinkes untuk pelayanan pagi. Padahal pelayanan sore menetapkan tarif swasta. Bukan kah seharusnya obat yang digunakan juga obat yang dibeli sendiri oleh pihak Puskesmas dan pengelolaannya berbeda? Apakah ini? Mungkin seharusnya ini menjadi penemuan Mega Mayor (ini kalimat saya kutip dari dosen pembimbing dispok kami) hehehe...
Jadi, setelah ditelaah.. Apa si pentingnya ISO itu? Mungkin ujung-ujungnya adalah kepentingan politik penguasa daerah tersebut. Ini lah salah satu hal mengapa saya sangat membenci orang-orang politik di Indonesia. Mengapa faktor kesehatan pun menjadi permainan mereka? Apa mereka (orang-orang politik) itu tidak takut dengan dosa?
Mungkin, jika suatu saat saya menjadi kepala Puskesmas dan pejabat di daerah tersebut meminta Puskesmas saya untuk menjadi ISO, dengan kepala tegak dan menengadah saya akan langsung menolak. Biaya yang digunakan untuk ISO itu bisa dibilang mahal. Mengapa uang yang berpuluh-puluh juta itu tidak digunakan saja untuk perbaikan puskesmas, misalnya melengkapi peralatan di laboratorium atau justru untuk membeli bahan-bahan yang lebih bagus (dan tidak expired tentunya).
Sekian.
Salam hangat -asihpuspahati-
Paparan diatas hanya 1 kasus kecil ditengah kejanggalan-kejanggalan yang saya temui.. Hmmm.. 1 paparan kejanggalan lagi mungkin belum membuat anda bosan.. Oke lah.. Lanjuuuuut...
Seperti kita tahu (bagi yang belum tahu silahkan lanjut baca), obat-obatan untuk Puskesmas itu GRATIS (saya tidak tahu bagaimana kebijakan daerah lain, tapi ini yang saya ketahui di Puskesmas tempat saya "transit"). Jadi setiap bulannya Puskesmas dapat droping obat dari Dinkes. Anehnya adalah Puskesmas itu membuka jam pelayanan sore dimana harga pada saat pelayanan sore merupakan harga swasta. Jadi harga pada saat pelayanan sore jauh lebih mahal dibandingkan pelayanan pagi. Pada saat pelayanan pagi, harga yang berlaku adalah harga sesuai Perda.
Yang membuat saya aneh adalah obat yang dipakai pada saat praktek sore merupakan obat dropping dr dinkes untuk pelayanan pagi. Padahal pelayanan sore menetapkan tarif swasta. Bukan kah seharusnya obat yang digunakan juga obat yang dibeli sendiri oleh pihak Puskesmas dan pengelolaannya berbeda? Apakah ini? Mungkin seharusnya ini menjadi penemuan Mega Mayor (ini kalimat saya kutip dari dosen pembimbing dispok kami) hehehe...
Jadi, setelah ditelaah.. Apa si pentingnya ISO itu? Mungkin ujung-ujungnya adalah kepentingan politik penguasa daerah tersebut. Ini lah salah satu hal mengapa saya sangat membenci orang-orang politik di Indonesia. Mengapa faktor kesehatan pun menjadi permainan mereka? Apa mereka (orang-orang politik) itu tidak takut dengan dosa?
Mungkin, jika suatu saat saya menjadi kepala Puskesmas dan pejabat di daerah tersebut meminta Puskesmas saya untuk menjadi ISO, dengan kepala tegak dan menengadah saya akan langsung menolak. Biaya yang digunakan untuk ISO itu bisa dibilang mahal. Mengapa uang yang berpuluh-puluh juta itu tidak digunakan saja untuk perbaikan puskesmas, misalnya melengkapi peralatan di laboratorium atau justru untuk membeli bahan-bahan yang lebih bagus (dan tidak expired tentunya).
Sekian.
Salam hangat -asihpuspahati-